Jika Anda melihat alat musik ini di berbagai acara kebudayaan Betawi pasti Anda bisa langsung menebak namanya, bukan? Ya, nama kumpulan orang-orang yang bermain alat musik tradisional Betawi ini adalah Tanjidor. Bentuk alat musiknya beragam, mulai dari yang kecil hingga besar, ada yang ditiup dan ada juga yang ditabuh, sehingga menciptakan harmonisasi suara yang khas.
1. MUNCUL SEKITAR TAHUN 1820
Ada yang mengatakan, Tanjidor pertama kali muncul di Tanah Air pada abad ke-19, tepatnya tahun 1820. Oleh Wikipedia, disebutkan bahwa Augustijn Michiels, atau saat itu lebih dikenal dengan nama Mayor Jantje, yang pertama kali mengenalkannya di daerah Citrap –sekarang dikenal dengan Citeureup. Ia disebut-sebut sangat berperan besar dalam pembentukan orkes Tanjidor Keluarga Mayor Jantje memang sangat kaya. Ia memiliki banyak tanah dengan villa-villa mewah di atasnya, dan karena itu juga ia memiliki banyak budak pribumi. Agar ada yang memainkan alat musik yang dibawanya, Sang Mayor lalu membuat kelompok musik yang diberi nama Het Muziek Corps der Papangers. Yang menarik, para pemain musiknya adalah budaknya sendiri. Agar budak-budaknya itu mumpuni bermain musik, ia memanggil guru les dari Belanda untuk mengajari mereka bermain music
2. ORKES MILIK BUDAK DI JAMAN BELANDA
Hal ini sesuai seperti yang dikatakan ahli musik dari Belanda, Ernst Heinz, saat melakukan penelitian musik rakyat di pinggiran Kota Jakarta pada tahun 1974. Melansir Detik, disebutkan kelompok musik ini merupakan orkes budak di masa kompeni dulu. Dan saat perbudakan dihapuskan tahun 1860, budak-budak ini merdeka kemudian membentuk perkumpulan musik yang diberi nama Tanjidor dengan gaya bermusik yang tidak berubah. Dari situlah Tanjidor mulai dikenal dan berkembang hingga daerah pinggiran Jakarta: Depok, Cibinong, Citeureup, Cileungsi, Jonggol, Parung, Bogor, Bekasi dan Tangerang.
3. BANYAK TAFSIRAN ASAL KATA “TANJIDOR”
Soal asal kata ‘Tanjidor’ belum jelas hingga saat ini. Ada yang mengatakan, seperti yang ditulis Wikipedia, ‘Tanjidor’ diambil dari kata ‘Tanji’ (asrama militer Jepang) oleh sekelompok budak Betawi yang juga sering bermain musik di sana. Sedangkan Kompas menulis, Tanjidor merupakan penggalan dari dua kata: ‘Tanji’ dan ‘Dor’. ‘Tanji’ berarti menabuh, sedangkan ‘Dor’ untuk menggambarkan bunyi ‘dor, dor, dor’. Berbeda lagi dengan Indonesia Kaya. Di situsnya dituliskan, nama tanjidor berasal dari Bahasa Portugis ‘Tangedor’ yang artinya alat-alat musik berdawai (stringed instrumens). Katanya hingga kini Tanjidor masih dimainkan di Portugal dalam pawai-pawai keagamaan, seperti pesta Santo Gregorius. Sedangkan National Geographic menjelaskan, kata ‘tanji’ kemungkinan berasal dari kata ‘tanger’ yang dalam bahasa Portugis berarti ‘bermain musik’, dan ‘tangedor’ secara keseluruhan artinya ‘bermain musik di luar ruangan’.
4. BERMAIN TANPA PARTITUR
Sesuai asalnya, alat musik tanjidor sangat dipengaruhi oleh kesenian Eropa. Jenis alat-alat musik yang ada pada orkes Tanjidor lumayan lengkap. Mulai dari alat musik tiup hingga tabuh. Disebutkan Indonesia Kaya, di antaranya:
• Klarinet (tiup). Klarinet yang disebut adalah suling yang menghasilkan suara kecil melengking.
• Piston (tiup). Yang dimaksud piston adalah klep-klep pada terompet yang dipijit jari tangan untuk memperoleh nada.
• Trombon (tiup) atau terompet panjang, merupakan tabung resonansi memanjang dan bisa digerakkan memendek atau memanjang untuk mendapatkan nada yang diinginkan.
• Saksofon tenor (tiup). Tuba tenor sering disebut tuba jongkok karena dimainkan di atas pangkuan sehingga alat ini terlihat seperti orang berjongkok.
• Saksofon bas (tiup). Tuba bas kadang disebut bas saja, bombardon, atau bas selendang karena dimainkan dengan cara disandangkan seperti memakai selendang.
• Drum (membranofon) yang terbuat dari kulit yang direntangkan dan dipukul dengan tangan atau stik, kadang dilengkapi triangle.
• Simbal (perkusi). Alat musik berupa tambur kecil yang dimainkan dengan cara memukul membrannya menggunakan dua stik kayu.
• Tambur (side drums). Sebuah tambur besar (tanji) dua sisi. Sisi kanan terbuat dari kain lunal yang dimainkan dengan dipukul menggunakan tongkat pemukul kayu. Pada sisi satunya lagi si pemain memegang simbal yang dipukulkan yang diletakkan di atas tambur.
Dengan melihat banyaknya alat musik yang dimainkan, jadi sudah bisa diperkirakan berapa jumlah pemain orkes ini. Ya, sekitar 7 hingga 10 orang pemain musik. Yang unik dari kesenian Tanjidor adalah para pemainnya bermain tanpa partitur. Mereka tidak mengenal patron atau ketentuan yang baku dalam memainkan alat musik. Namun dalam penerapannya, penggunaan sistem tangga nada diatonic masih dipertahankan
5. SEMPAT DILARANG DI JAMAN JEPANG
Setelah Jepang masuk menguasai Tanah Air tahun 1942, kegiatan ini dibubarkan karena memang tidak sesuai dengan budaya Jepang. Para seniman Tanjidor kehilangan tempat untuk bermain dan mereka mulai mengamen dari rumah ke rumah, khususnya rumah-rumah keturunan Tionghoa. Itulah masa-masa jaya grup ini. penghasilan mereka meningkat karena sering dipanggil menghibur perhelatan rakyat atau acara keluarga, seperti pernikahan, Cap Go Meh, dan lainnya. Hingga kemudian di tahun 1953 Walikota Jakarta Raden Soediro resmi melarang grup musik ini bermain dalam bentuk apapun. Soediro beranggapan orkes Tanjidor merendahkan derajat pribumi karena ‘mengemis’ kepada orang keturunan Tionghoa.
Kini, orkes Tanjidor sudah semakin sedikit. Salah satu yang masih bertahan adalah Sanggar Tanjidor Pusaka Tiga Sodara yang berada di Jagakarsa. Sanggar yang berdiri tahun 1973 dan dipimpin Said Neleng ini masih eksis dan mempertahankan budaya Jakarta tersebut hingga sekarang
SUMBER : https://today.line.me/id/v2/article/Vv8PpL