NILAI-NILAI LUHUR DAN KEARIFAN LOKAL BUGIS MAKASSAR

Lempu adalah istilah dalam tradisi kebudayaan Bugis-Makassar yang memiliki arti kejujuran. Konsep kejujuran dalam tradisi ini sangat dihargai dan dianggap sebagai nilai yang sangat penting dalam kehidupan sosial masyarakat Bugis-Makassar. Berikut adalah beberapa contoh penerapan konsep Lempu dalam kehidupan sehari-hari:

Dalam bahasa Makassar, nilai kejujuran atau Lempu dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Menghargai janji disebut sebagai “menjampi’ang janji” atau “menjaga janji”.
  2. Menjaga amanah disebut sebagai “mangali’ amanah”.
  3. Tidak mencuri disebut sebagai “ndae’ pira” atau “ndae’ rumahang”.
  4. Berkata jujur disebut sebagai “mappanre’ngngi bicara” atau “mappanre’ngngi katong”.
  5. Tidak menipu disebut sebagai “ndae’ uwi'” atau “ndae’ pettiki“.
  6. Berani menerima kebenaran disebut sebagai “siatta menerima kewenangan” atau “menikka’ kewenangan”.

  1. Menghargai Janji Masyarakat Bugis-Makassar sangat menghargai janji dan memandangnya sebagai komitmen yang harus dipenuhi. Oleh karena itu, apabila seseorang memberikan janji, ia diharapkan untuk memenuhinya. Hal ini juga berlaku untuk janji yang diberikan secara lisan tanpa ada kesepakatan tertulis.
  2. Menjaga Amanah Amanah adalah suatu tanggung jawab yang diberikan kepada seseorang untuk menjaga sesuatu yang bernilai. Contohnya seperti uang, barang berharga, atau kepercayaan dari orang lain. Dalam kebudayaan Bugis-Makassar, menjaga amanah sangatlah penting dan dianggap sebagai bentuk kejujuran yang tinggi.
  3. Tidak Mencuri Mencuri dianggap sebagai tindakan yang sangat tidak bermoral dan melanggar prinsip Lempu. Dalam kebudayaan Bugis-Makassar, seseorang yang terbukti melakukan tindakan pencurian akan dianggap sebagai orang yang tidak memiliki moral yang baik dan dijauhi oleh masyarakat.
  4. Berkata Jujur Masyarakat Bugis-Makassar menghargai kejujuran dalam berbicara. Mereka menganggap bahwa berkata jujur adalah bentuk penghormatan terhadap orang yang diajak bicara dan menjaga keseimbangan dalam hubungan sosial.
  5. Tidak Menipu Menipu juga dianggap sebagai tindakan yang melanggar prinsip Lempu. Dalam kebudayaan Bugis-Makassar, seseorang yang terbukti melakukan tindakan penipuan akan kehilangan kepercayaan masyarakat dan dianggap sebagai orang yang tidak memiliki integritas.
  6. Berani Menerima Kebenaran Dalam tradisi kebudayaan Bugis-Makassar, orang yang jujur dianggap sebagai orang yang berani mengakui kesalahannya dan menerima kebenaran dengan lapang dada. Oleh karena itu, kesediaan untuk mengakui kesalahan dan menerima kebenaran juga dianggap sebagai bentuk kejujuran yang tinggi.

Itulah beberapa contoh penerapan konsep Lempu dalam kebudayaan Bugis-Makassar. Konsep kejujuran ini sangat penting bagi masyarakat Bugis-Makassar dan dianggap sebagai nilai yang harus dijunjung tinggi dalam kehidupan sehari-hari.

Tantangan terberat dalam menerapkan Lempu atau kejujuran saat ini adalah adanya berbagai bentuk godaan dan tekanan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari, seperti:

  1. Tekanan dari lingkungan sekitar Dalam lingkungan sosial, seringkali terjadi tekanan untuk berperilaku tidak jujur agar dapat memenuhi kepentingan pribadi atau kelompok. Tekanan ini dapat membuat seseorang sulit untuk tetap konsisten dalam menjunjung tinggi nilai kejujuran.
  2. Kesulitan ekonomi Kesulitan ekonomi dapat membuat seseorang mudah tergoda untuk berperilaku tidak jujur, seperti melakukan penipuan atau pencurian. Hal ini terjadi karena adanya keinginan untuk memperoleh keuntungan secara cepat dan mudah, tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi pada orang lain atau masyarakat secara keseluruhan.
  3. Teknologi informasi dan media sosial Dalam era digital seperti sekarang, seringkali terdapat berbagai informasi yang tidak benar atau hoaks yang menyebar luas melalui media sosial. Seseorang dapat tergoda untuk menyebarkan informasi yang tidak benar atau melakukan tindakan curang untuk memperoleh keuntungan, tanpa memikirkan akibat yang akan ditimbulkan.
  4. Ketidakpercayaan pada pemerintah atau institusi Ketidakpercayaan pada pemerintah atau institusi seringkali membuat seseorang meragukan nilai kejujuran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Seseorang dapat merasa bahwa nilai kejujuran tidak lagi dijunjung tinggi oleh pemerintah atau institusi yang ada.

Untuk mengatasi tantangan ini, dibutuhkan kesadaran dan keberanian dari setiap individu untuk memegang teguh nilai kejujuran dan tidak tergoda oleh berbagai godaan dan tekanan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, perlu juga adanya upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya nilai kejujuran dan dampak positif yang akan terjadi jika nilai tersebut dijunjung tinggi.